BERITASATU.COM - Dengan roket antirudal milik Israel melindungi warganya dari serangan rudal pihak lain.
Sirene
terdengar kencang di Tel Aviv, Israel dan semua orang segera
meninggalkan apartemen atau tempat tinggal mereka dan langsung menuju
ruangan anti serangan bom di ruang bawah tanah. Warga berjalan dengan
tertib, seperti layaknya latihan kebakaran. Tidak ada rasa kepanikan
dari mereka akan datangnya serangan Hamas.
Sirene adalah
peringatan yang sangat penting bagi masyarakat Israel akan datangnya
sesuatu yang akan menimpa warga, termasuk serangan rudal. Sirene
tersebut berada di hampir setiap sudut apartemen di kawasan Tel Aviv dan
serempak menyalak jika ada peringatan.
Cerita tersebut keluar
dari salah seorang mahasiswa dari NUS yang sedang melakukan studi
banding bersama rekan-rekannya di Tel Aviv, selama enam bulan. Mereka
menjadi saksi mata bagaimana konflik Palestina dan Israel di jalur Gaza
telah memakan banyak korban. Namun mereka juga menjadi saksi, betapa
canggihnya peringatan akan bahaya serta alat-alat penangkis serangan
rudal.
"Saat itu saya sedang membersihkan kamar dan sirene
terdengar keras setelah itu terdengar bunyi ledakan satu menit
kemudian," ujar Ryan (bukan nama sebenarnya).
"Orang-orang segera
keluar dari apartemen mereka dan mereka saling mengingatkan satu sama
lain, melihat apakah masih ada orang di dalam kamar. Mereka mengetuk
pintu dan meminta bersama-sama ke tempat perlindungan di lantai bawah,"
kisah Ryan, mahasiswa NUS.
Ryan menolak media yang mewawancarainya
menuliskan identitas lengkapnya karena memang dirinya tidak meminta
izin untuk berbicara tentang kondisi kota Tel Aviv untuk diceritakan
kepada pihak luar.
Ryan adalah satu di antara tujuh mahasiswa
dari National University of Singapore (NUS) yang ikut dalam program
Inter Disciplinary Cenre (IDC) di Herzliya. Program tersebut di bawah
pengawasan dari NUS Overseas Colleges Programme. Rombongan tiba di Tel
Aviv dan dijadwalkan meninggalkan Israel kembali ke Singapura bulan
depan.
Ryan menambahkan, meski mentor dari IDC mengajak rombongan
mahasiswa NUS ke tempat perlindungan bom dan menunggu selama 10 menit
hingga suara sirene mati, tidak ada rasa khawatir bom akan menembus
ruang bawah. Para warga sepertinya cukup tenang dengan apa yang terjadi.
Namun setelah tanggal 14 November baru sejumlah warga mulai
panik karena Israel melancarkan serangan udara yang menewaskan seorang
pemimpin Hamas. Hari itu merupakan hari pertama operasi militer Israel
di Gaza. Hamas kemudian membalas dengan menembakkan roket dan rudal ke
Israel, beberapa menargetkan sejumlah gedung di Tel Aviv.
Saat kejadian, ia mengambarkan sejumlah warga mengantri untuk masuk ke ruang anti bom.
"Kami
dan banyak warga Israel setempat mengantri di tangga, antara lantai
kedua dan ketiga. Kami menunggu cukup lama juga," ujarnya.
Sebagai
orang yang tinggal bukan di negara konflik, Ryan dan rekan-rekannya
tampak panik. Namun mereka akhirnya tenang melihat para warga Israel
tampak tenang, tidak terlalu panik dan seperti sudah mempersiapkan diri
untuk mengatasi situasi seperti itu.
Salah satu warga tampak
membawa radio dan mendengarkan berita yang disiarkan stasiun radio
setempat tentang perkembangan situasi jalur Gaza. Sebagian warga lainnya
sudah mempersiapkan kotak P3K.
Para warga hanya sekitar 10 menit
berada di tempat perlindungan. Setelah itu mereka pun keluar dan menuju
tempat tinggal masing-masing.
"Kami segera memeriksa internet
untuk mengetahui apa yang terjadi. Berita yang muncul sebuah roket yang
diarahkan ke Tel Aviv dihadang oleh roket canggih yang dimiliki Israel,"
ujar Ryan.
Reuters melaporkan, serangan tersebut merupakan roket ketiga di Tel Aviv sejak pecah konflik lagi di jalur Gaza pekan lalu.
Roket antirudal canggih milik Israel
Roket
yang mengarah ke Tel Aviv sudah terdeteksi terlebih dahulu oleh radar
canggih dan sistem peringatan pertahanan yang dimiliki departemen
pertahanan Israel. Menurut Ryan, pasukan Israel memiliki peralatan
antirudal terbaru yang dapat mencegat rudal lain agar tidak menimbulkan
korban atau kerusakan.
Pejuang sayap Hamas telah mengaku
bertanggung jawab terhadap serangan tersebut dan menyebutkan jika rudal
tersebut dirancang Iran dengan nama Fajr-5.
Saat itu Ryan tidak menyadari jika ada rudal yang mengarah ke tempatnya tinggal bersama rombongan.
"Saya
melihat orang-orang di luar berperilaku normal. Sampai akhirnya saya
bertemu teman-teman yang menginformasikan bahwa sirene sempat berbunyi,"
ujarnya.
Diminta pulang
Para mahasiswa NUS telah diminta untuk segera pulang ke Singapura oleh pemerintah agar tidak membuat keluarga khawatir.
"Banyak
teman-teman yang mengirim ke facebook, e-mail, dan whatsapp untuk
menanyakan kabar saya. Saya bilang kepada mereka, di sini saya aman,"
ujarnya.
Sampai saat ini, para mahasiswa tersebut masih menjalani
aktivitas sehari-hari yakni menghadiri kelas IDC yang terletak kurang
lebih 20 menit perjalanan menggunakan bus dari tempat mereka tinggal.
Juru
bicara NUS mengungkapkan, kondisi warga para pelajarnya saat ini yang
berada di Israel dalam keadaan aman. Pihak universitas juga sudah
memberikan SOP kepada para mahasiswanya tetang penanganan di Tel Aviv
dan meminta mereka untuk sesegera mungkin kembali ke Singapura.
"Kami akan terus memantau situasi di lokasi dan tetap berkomunikasi dengan para mahasiswa kami," ujar juru bicara tersebut.
"Kami
sebenarnya tidak ingin pulang terlalu cepat dari jadwal. Tapi kami akan
menghormati keputusan pihak universitas," tutur Ryan.